ARTICLE
Perjalanan Karir dan Eksplorasi Kreatif HM Soleh Ruslani, ICS: “Tak ada film yang besar ataupun kecil”
HM Soleh Ruslani, ICS merupakan sinematografer yang mengawali karirnya sebagai kameramen newsreels untuk Perusahaan Film Negara (PFN) sejak tahun 1967 ketika beliau berusia 23 tahun. Berbekal giat belajar, tekun membaca, dan kecintaannya akan film, ia berkarya sebagai penata kamera film fiksi panjang dari 1973 hingga 1997. Selama 24 tahun berkarir, ia telah memproduksi sekitar 30 film. Selama karirnya, telah mendapatkan 11 nominasi untuk penghargaan penata kamera terbaik. Dua diantaranya, yakni Kodrat dan Cinta dalam Sepotong Roti mendapatkan Piala Citra dan Film Terbaik untuk film dokumenter Nayak di tahun 1973. Pada tahun 2023, beliau mendapatkan anugerah penghargaan seumur hidup dari Festival Film Indonesia. Di samping itu, beliau juga aktif mengajar dan menulis draft buku teks sinematografi.
24/02/2025
Read More...
Irwan Tahyar: Penata Kamera Lintas Karir dan Zaman
The Hoan Tjiang yang kemudian hari dikenal sebagai Irwan Tahyar menjadi sosok Penata Kamera yang cukup unik. Karirnya kerap berseling di produksi dan pascaproduksi. Ia pernah men-supervisi proses cuci-cetak film di laboratorium dan di titik lain ia bertanggung jawab sebagai terhadap framing, camerawork, dan lighting dalam produksi film. Karirnya sebagai Penata Kamera ada di dua periode 1950-an dan 1970-1980-an, dua periode kunci dalam perjalanan sejarah sinema di tanah air ini. Ia mulai mengawali karirnya sebagai fotografer still untuk film pada tahun 1949/1950 di perusahaan film Bintang Surabaja/ Djakarta Film - yang didirikan oleh The Teng Chun dengan Fred Young. Ia menjadi Penata Kamera dengan nama pseudonym “Sofjan” untuk film Musim Bunga di Selabintana dan Dr. Samsi - dengan Ratna Asmara - sutradara perempuan pertama. Ia bekerja sama dengan beberapa sutradara lain seperti Fred Young, Frank Rorimpandey, Nawi Ismail, dan Ikhsan Lahardi. Sepanjang karirnya di film, ia terlibat dalam 33 film. Pada tahun 1988, ia mendapatkan nominasi untuk penghargaan Penata Kamera Terbaik pada film Akibat Kanker Payudara yang disutradarai oleh Frank Rorimpandey.
06/01/2025
Read More...
Sekilas Pandang Antara Kuantitas dan Kualitas: Wajah Sinematografi Indonesia 1966-1990
Wajah Sinematografi Indonesia periode 1966 hingga 1990 memasuki sebuah babak baru. Mulai adanya dukungan pada level produksi hingga apresiasi, munculnya genre film yang ragam, hadirnya sineas generasi baru, dan meningkatnya jumlah produksi film periode 1970 hingga 1980-an. Adapun istilah lain yang kerap disematkan adalah masa keemasan sinema Indonesia. Namun, bagaimana korelasi penyematan istilah ini dengan perkembangan wacana dan praktik sinematografi pada periode ini? Tentu babak baru ini menghasilkan kategorisasi Penata Kamera yang ragam.
01/12/2024
Read More...
BUKU "DESAIN SINEMATOGRAFI"
Sebelum melakukan analisis naratif, Sinematografer akan membuat administrasi terhadap skenarionya, hal ini dilakukan untuk memahami tantangan apa saja yang terdapat dalam skenario tersebut. setelah itu Sinematografer akan melakukan analisis naratif untuk memahami rasa/ suasana hati apa saja yang terdapat di dalam skenario yang dia terima, baik analisis suasana hati secara keseluruhan film maupun dalam setiap adegannya. Analisis naratif ini menjadi acuan dalam pembuatan konsep visual, yang mana konsep visual yang dibuat harus memiliki korelasi terhadap pembentukan pesan baik yang bersifat deskriptif maupun ekspresif. setelah konsep visual disepakati Sinematografer mulai membuat konsep teknologi yang diperlukan, seperti keperluan akan kesesuaian teknologi kamera, lensa, grip serta workflow paska produksi. selanjutnya dari penulisan konsep visual dan konsep teknologi, mulailah dilakukan proses perencanaan dan pembuatan desain yang mana dalam prosesnya sudah melalui tahapan recce dan teknikal reccee.
04/02/2024
Read More...
PENGUATAN SINEMATOGRAFER INDONESIA
Rangkaian acara ulang tahun Indonesian Cinematographer Society ke-10 dengan tema "Penguatan Sinematografer Indonesia"
24/01/2024
Read More...
Mengenal Lebih Dekat Max Tera: Eksplorasi Teknologi dan Gaya dalam Darah dan Doa (1950) dan Lewat Djam Malam (1954)
Max Tera merupakan juru kamera yang kerap diasosiasikan dengan film-film karya Usmar Ismail di bawah perusahaan PERFINI. Sebelum berkarir menjadi juru kamera, ia merupakan asisten kamera untuk A.A. Denninghoff Stelling pada perusahaan South Pacific Film. Sebelum PERFINI lahir, Usmar Ismail tampak kurang berbahagia dengan hasil yang ia kerjakan dan merasa spirit perjuangan dengan jajaran pembuat film asli Indonesia menjadi cukup penting sebagai sebuah nilai tawar politis. Darah dan Doa (1950) merupakan film pertama bagi Max Tera menempatkan posisi juru kamera. Lewat Djam Malam (1954) sendiri merupakan film dimana ia mulai mendapatkan rekognisi dalam tataran festival film.
23/11/2023
Read More...
Sekilas Pandang IV: Studio dan Laboratorium Film Pasca Kemerdekaan Indonesia
Pasca kemerdekaan perkembangan sinematografi tidak hanya pada aspek sumber daya manusia, tetapi juga pada perkembangan teknologi studio dan laboratorium. Dalam kondisi keterbatasan akses terhadap teknologi dan dana tidak menghambat perusahaan film untuk menghadirkan film cerita ke layar putih.
23/10/2023
Read More...
Sekilas Pandang III: Perkembangan Sinematografi era 1940-1950-an
Wajah Sinematografi periode 1940-1950-an menawarkan perkembangan pada aspek bentuk, profesional, edukasi non-formal. Dinamika politik pasca revolusi dan kondisi pasar turut mewarnai perkembangan ini.
07/08/2023
Read More...
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Departemen Kamera Dalam Industri Film Indonesia
Tingginya angka kecelakaan kerja di produksi film Indonesia menjadi faktor utama yang mendorong ditulisnya buku ini. Oleh karena itu, kehadiran buku ini diharapkan dapat mendorong pelaksaan K3 di industri film yang lebih luas, khususnya bagi seluruh tenaga kerja industri film Indonesia.
20/07/2023
Read More...
Wong Bersaudara: Sebuah Perjalanan (Part I)
Wong Bersaudara atau dikenal juga dengan Wong Brother terdiri dari Nelson, Joshua dan Othniel Wong. Mereka merupakan juru kamera awal yang cukup komitmen berkiprah di Departemen Kamera selama era Hindia Belanda hingga Kemerdekaan.
29/11/2022
Read More...
Sekilas Pandang (II): Sinematografi era 1926-1945
Tahun 1926, film cerita pertama berhasil dibuat di Hindia Belanda. Jika di era sebelumnya filmoperateur hanya fokus untuk memproduksi film reportase, sejak pertengahan 1920-an mereka berahli fokus ke film cerita. Apa yang memicu hal ini terjadi? perkembangan apa yang terjadi selama era film cerita?
16/10/2022
Read More...
Sekilas Pandang (I): Sinematografi era Awal 1900-1
Keinginan untuk mengabadikan alam dan kebudayaan di Hindia Belanda dalam bentuk gambar bergerak telah terjadi sejak periode 1900-an dan terus berlangsung pada 1920-an. Siapa saja filmoperateur yang tercatat melakukan proses perekaman ini? Bagaimana proses perekaman imaji gerak pada era awal? Apa saja tantangan yang dihadapi?
04/07/2022
Read More...
‘Sepakat di 14’: Sebuah Upaya Pembenahan Kondisi
Kertas Posisi Sepakat di 14 merupakan hasil laporan penelitian pertama yang dirilis Indonesian Cinematographers Society (ICS) bekerja sama dengan SINDIKASI - diharapkan ini membentuk diskusi dan perhatian bersama kepada kalangan profesional, pengajar aktifis, dan birokrat - dalam ekosistem film untuk membentuk diskusi berkelanjutan.
20/05/2022
Read More...
Metman dan Gagasan Gambar Timoer Djauh
Apa yang membuat sosok Metman sebagai cameraman menjadi berbeda? Ia mendobrak stigma yang menempatkan cameraman hanyalah teknisi semata. Melalui surat kabar, ia tuturkan gagasan dan nalar kritisnya dalam bentuk tulisan. Bagaimana imaji sebagai bahasa film amat lekat dengan fungsi storytelling dan dapat diramu berdasarkan akar budaya setempat?
14/04/2022
Read More...
Kemampuan Bercerita dan Olah Rasa: Proses Kreatif
Kali ini, Faozan Rizal berbagi cerita tentang proses kreatifnya dalam meramu konsep visual selama ini.
15/03/2022
Read More...
Cinematography in Female Perspective
Dalam program Sunset Discussion ke-2, 'Cinematography in Female Perspective' menjadi topik yang kami usung. Diskusi ini menghadirkan Angela Andreyanti, Amalia Trisnasari,I.C.S, Anggi Frisca, I.C.S, Charita Chandra dan Bella Panggabean. Yuk simak obrolan mereka...
15/03/2022
Read More...