PENGUATAN SINEMATOGRAFER INDONESIA

HUT Indonesian Cinematographer Society yang ke-10 ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 Januari dan Minggu, 7 Januari 2024, bertempat di kampus Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan Akademi Film Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Acara yang diketuai oleh sinematografer, Wendy Aga (22 Menit, Inang, Sleep Call) ini mengambil tema “Penguatan Sinematografer Indonesia”, dan diadakan di luar DKI Jakarta dengan agenda: 

1. Untuk mengembangkan program keanggotaan, sekaligus melakukan sosialisasi program ICS ke berbagai wilayah di daerah luar DKI Jakarta, khususnya DIY Yogyakarta-Jawa Tengah.
2. Menjalin kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan perfilman, khususnya di dunia pendidikan dan komunitas.
3. Pengembangan kemampuan pekerja film di luar Jakarta.

Pemilihan lokasi di Yogyakarta sendiri juga memiliki latar belakang tersendiri, karena sebagai sebuah daerah dengan perkembangan industri film yang sangat pesat di Indonesia, dan memiliki banyak potensi filmmaker, termasuk sinematografer yang aktif di industri film Indonesia.

Hari pertama HUT ICS dibuka pada tanggal 6 Januari 2024 dengan acara workshop alur kerja DIT (Digital Imaging Technician) yang dibawakan oleh Danu Prasd, berlokasi di Taman Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Yogyakarta. Workshop ini membahas mengenai peran DIT dalam proses produksi film layar dan kolaborasi antara DIT dengan sinematografer. Danu Prasd sendiri merupakan seorang DIT profesional yang telah terlibat dalam beberapa film besar Indonesia, seperti Gundala, The Big 4, dan Gadis Kretek.

^{Danu Prasd memberikan workshop DIT di ISI Yogyakarta.}

Dilanjutkan dengan seminar Frame by Frame, dibawakan oleh sinematografer profesional Indonesia, Satria Kurnianto dan Ujel Bausad yang membahas proses kreatif penciptaan sinematografi dalam rumah produksi independen dan industri film Indonesia yang berlokasi di Aula Akademi Film Jogja. Seminar ini membahas proses kreatif para sinematografer selama pra-produksi, produksi, serta paska-produksi dari film-film karya mereka. 

^{Ujel Bausad dan Satria Kurnianto berbagi pengalaman mereka sebagai sinematografer di Jogja Film Academy.}

Pada hari kedua, tanggal 7 Januari 2024, acara dibuka dengan workshop alur kerja asisten kamera dan bekerja dalam ruang tajam (focus pulling) yang dibawakan oleh Dimas Aditya, berlokasi di Aula Akademi Film Jogja. Dimas Aditya sendiri merupakan seorang asisten kamera 1/focus puller profesional yang telah terlibat dalam beberapa film besar Indonesia, seperti Ali & Ratu-Ratu Queens, Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, dan The Big 4. 

^{Dimas Aditya memberikan workshop focus puller di Jogja Film Academy.}

Dilanjutkan dengan Sunset Discussion dengan topik diskusi peran asosiasi dalam kompetensi profesi yang dibawakan oleh Presiden ICS, Agni Ariatama, M.Sn, I.C.S; Kaprodi FFTV ISI Yogyakarta, Latief Rakhman Hakim, M.Sn; serta praktisi sinematografer dan akademisi, Mandella Majid Pracihara, M.Sn yang berlokasi di Taman Fakultas Seni Media Rekam, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Diskusi ini membahas mengenai latar belakang Indonesia Cinematographer Society dan peran ICS terhadap sinematografer Indonesia dan industri perfilman. Seluruh rangkaian acara HUT ICS ke-10 ini ditutup dengan malam puncak syukuran dengan memotong tumpeng yang dilakukan oleh para pembicara dari Sunset Discussion. 

^{Agni Ariatama, I.C.S, Latief Rakhman Hakim, dan Mandella Majid Pracihara menjadi pembicara untuk Sunset Discussion di ISI Yogyakarta.} 

^{Pemotongan tumpeng yang dilakukan oleh presiden ICS, Agni Aryatama, M.Sn, I.C.S.}

Acara ini difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI; Institut Seni Indonesia Yogyakarta; dan Akademi Film Jogja.

Disponsori oleh ARRI, Hato Films, Citra Sinema, Doss Yogyakarta, dan IDN Pictures.

Didukung oleh Aksa Bumi Langit, Forka Films, Basecamp Ngehe, Falcon Pictures, dan Asosiasi Pengusaha Film Indonsia.

Berkolaborasi dengan HMJ Film & Televisi Institut Seni Indonesia Yogyakarta, BEM FSMR Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Suryakanta, VicamRent, deCoded, dan Kopi Terdekat.

Diwartakan oleh 106.1FM Geronimo.

The ASC was established to formalise the role of and distinguish cinematographers from camera operators, but it had more to do with practicalities and problem solving. In the silent film era, movie cameras were generally heavy hand-cranked machines, and the centre of gravity of the US film industry was shifting from the east coast to the west. The technology and the medium were new, so camera operators everywhere faced common difficulties, such as annoying white streaks on footage, caused by static electricity. The east-coast based Cinema Camera Club, formed by a team of Edison’s camera operators, and the Static Club of America, based in Los Angeles and led by Universal’s Harry H Harris, collaborated on solutions to these issues, pooling their wisdom. Soon enough, Edison cinematographer Phil Rosen suggested a national organisation to his Hollywood colleague Charles Rosher.

“It’s not just about making pretty pictures,” says Mandy Walker, whose CV includes Hidden Figures, Australia and the forthcoming Mulan.